Iseng, Konyol?
Hai, selamat pagi. Saya sedang menunggu webinar dari Narabahasa yang akan mengulas Baku Tak Meski Kaku. Sekarang pakai bahasa seadanya dulu ya.
Saya tahu ini konyol yang berawal dari iseng. Kekonyolan itu tidak apa-apa, asal tidak menuai soal SARA. Kekonyolan itu tidak apa-apa, hanya menjadi tertawaan diri yang kini dan lalu oleh diri yang akan datang. Kekonyolan itu sah-sah saja, pernah dibahas oleh salah satu dosen (semiselebram) ya sudah tahu lah siapa beliau, IMAA inisialnya.
Salah satu kekonyolan yang baru saja saya lakukan adalah menulis sedikit pesan pada buku dies natalis fakultas. Memalukan, mungkin. Akan tetapi, masih beruntung bahwa pada hari saya mengunggah pesan, saya tidak menyetakan foto diri. Sebenarnya saya tidak ingin menulis pesan tersebut. Bagaimanapun, salah seorang teman saya dihubungi panitia buku/dies bahwa masukan dari alumni masih sangat kurang. Ya sudah, saya kerjakan mepet dan seadanya.
Begini jadinya.
Tadinya saya mengira akan diseleksi ketat, ternyata tidak sedemikian. Lantas tulisan iseng ini lolos saja.
Duh Novi, belum kerja saja sudah sok-sokan menulis pesan seperti ini.
Ya sudah, namanya juga iseng. Konyol, abaikan. Yang penting memenuhi permohonan yang membutuhkan (waktu itu). Menolong orang bukan hal yang buruk, kan?
Ngomong-ngomong soal halaman, saya termuat pada halaman 123. Wah rasanya unik sekali. Pertama, saya tiga bersaudara dan saya urutan ketiga. Kalau mengurutkan harus mulai dari satu-dua-tiga, kan? Kedua, nomor induk saya saat TK adalah 1234. Memang, angka 4 tidak ada. Ketiga, 123 kalau dibalik menjadi 321, sementara NIU S1 saya adalah xxx321. Keempat, 321 dapat dipecah menjadi 32 dan 21. 32 adalah nomor urut saya di kelas pertama kali saat SMP (VII-6/32). 21 adalah nomor urut saya di kelas pertama kali saat SMA (X-9/21). Lagi-lagi, NIF S1 saya adalah xxx21.
Yah, yang konyol di atas malah jadi semakin konyol oleh angka 123 itu. Ya sudah, ya sudah. Saya sudahi. Sekian.
Noviyanti Listyaningrum
the attachments to this post:
dies
dies
IMG-20210224-WA0015
